10 Juni 2013

Anarkis Itu Mati Kebetulan


design poster : amien kamil
"Perubahan tak datang dari langit, harus diperjuangkan walaupun sakit"

Lakon "Anarkis Itu Mati Kebetulan" (Morte accidentale di un anarchico), 1970, karya dramawan Italia Dario Fo, peraih Nobel Sastra 1997, mendapat inspirasi dari kematian seorang anarkis, Giuseppe Pinelli, seorang tekhnisi PJKA kota Milan yang 'terjun' atau 'dilemparkan' oleh polisi setelah di introgasi selama beberapa hari, setelah terjadinya pemboman sebuah bank pertanian yang menewaskan 16 orang dan melukai 90 orang.

Lakon ini mengungkapkan skandal di kepolisian, problematik korupsi, kepincangan hukum serta realitas sosial di tengah masyarakat.

Lakon ini adalah salah satu lakon karya Dario Fo yang cukup populer baik didalam maupun di luar Italia, telah dimainkan dengan berbagai bahasa di seluruh dunia selama bertahun-tahun dan telah disaksikan oleh jutaan orang. Sebuah lakon dengan vitalitas hebat yang mengeksploitasi potensi penuh lelucon kocak dan komedi cerdas penuh tata krama.

Republic of performing Arts merupakan sebuah laboratorium teater yang mencoba untuk menggali dan mengolah kemungkinan-kemungkinan baru dalam seni pertunjukan yang akan mengolah lakon ini menjadi sebuah tontonan komikal yang segar dan menghibur. 
Lakon ini juga sebuah cermin sosial yang patut menjadi renungan bersama  :

foto : diaz a.p
Pemain: 
Amien Kamil, 
Isnaeni Samadi, Supriboemi,
 Je' Sebastian, 
Suci Rahmawati,
 Olil Buntil, 
Torro de Java,
 Mendit Gontay.

foto : diaz a.p
Karya Dario Fo, 
Terjemahan Antonia Soriente & Prasetyo Hadi, 
Produser Ahmad Iman, Pimpinan Produksi Rusdy Setiawan Putra, 
Pimpinan Management Isnaeni Samadi, 
Pimpinan Panggung Roy Julian
Koordinator Latihan Dadang Casmita, Penata Cahaya Aidil Usman,
 Penata Musik Anes Guo, Publikasi Torro de Java,
 Penata Make-Up Atha De'Love, Penata Suara Idun Axnan, Set Builder Oakley, 
Dana Vahed Kenarang, Konsumsi Soebagio Arifin, Property Budiman Basri & Mendit Gotay, 
Dokumentasi Ilyas S./D.A.D, Grafis Benny Jumpunk & Musto Kamil, 
Ticketing Suci Rahmawati, Video D'Andra Prameswara, Astrada Siway Budha, 
Artistik & Sutradara 
Amien Kamil, 
Produksi 
Republic of Performing Arts
Jakarta

 

Intrik Satire yang Tidak Kebetulan 

Republic Of Performing Arts akan mementaskan pertunjukan "Anarkis Itu Mati Kebetulan" karya Dario Fo (19-20 Mei 2012) sebagai sandiwara kocak berotak.
KATA anarkis identik dengan bentuk tindak radikal yang dilakukan seseorang akibat ketidaksepahaman ego terhadap pihak lain. Pemahaman awal saya tentang anarkis hanya tafsiran yang cenderung salah kaprah secara deskripftif setelah saya mencoba menafsirkan kata "anarkis" dari satu lakon berjuluk "Anarkis Itu Mati Kebetulan".
Lakon ini merupakan karya sastrawan besar dan seniman Teater asal Italia, Dario Fo. Pada masa tahun 1960-an hingga 1970, Fo mengamati adanya ketimpangan secara politis dan sosial terutama dalam tubuh kaum proletar di Italia.
Aktivis dan seorang anarkis bernama Giuseppe Pinelli tewas setelah terjun dari lantai 4 kantor kepolisian Milan usai dia diinterogasi panjang. Kasus ini dibekukan oleh pemerintah dan tidak menguap ke publik. Inilah yang merangsang Fo untuk menuliskannya dalam bentuk drama dengan konsepsi teks yang satir dan tokoh yang jenaka. Pementasan pertama lakon ini digelar di Milan pada Desember 1970, sejak itu pementasan ini laris manis dipentaskan di berbagai belahan dunia dan mendapat Nobel Sastra pada tahun 1997.

foto : diaz a.p
Republic Performing Arts memilih lakon ini untuk dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta, 19-20 Mei 2012 di bawah arahan sutradara Amien Kamil yang juga berperan sebagai tokoh "orang gila" sebagai tokoh sentral yang mewakili pemikiran Fo. Amien selaku kreator menafsirkan intisari dari "Anarkis Itu Mati Kebetulan" dengan korelasi yang terjadi di Indonesia.

Aroma korupsi dan manipulasi kasus militer khususnya kepolisian dan hubungan yang erat dengan kekuasaan birokrasi pemerintah, serta terjadinya ketimpangan hukum merupakan substansi cerita dalam lakon ini. Tetapi, penyajiannya dibawakan dengan jenaka dan Fo adalah jenius kata-kata dengan teks satire---kocak berotak--- maka, wajar bila maka, Republic Performing Arts memilih lakon ini untuk dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta, 19-20 Mei 2012 di bawah arahan sutradara Amien Kamil yang juga berperan sebagai tokoh "orang gila" sebagai tokoh sentral yang mewakili pemikiran Fo. Amien selaku kreator menafsirkan intisari dari "Anarkis Itu Mati Kebetulan" dengan korelasi yang terjadi di Indonesia.

"Ini sebuah pertunjukan sebagai sebuah studi dan analisis, di mana ada satu paham yang namanya anarkis, yang sejak zaman Orde Baru kata ini sudah dipelintir. Makna sebenarnya, anarkis itu antinegara. "A" itu "anti" dan "Anarki" itu "negara", kalau sekiranya urusan keadilan, hukum dan kesejahteraan masyarakat terjadi ketidakadilan," kata Amien panjang lebar saat diwawancarai Jurnal Nasional seusai latihan.
Amien menambahkan, "Paham anarkis itu mencoba untuk memberikan pilihan pada seseorang untuk berbuat apa yang kita kehendaki tanpa ada orang yang bisa menjadi majikan kita. Anarkis itu menolak intimidasi dari mayoritas, menolak satu sistem yang fasistik dan militeristik karena di dalam anarki, semua orang bersaudara, kalau bisa tidak usah ada perang, kalau bisa semua orang punya kesetaraan, ras kulit putih tidak harus lebih unggul dari kulit hitam dan berwarna."

foto : diaz a.p
Adapun yang menarik dalam lakon ini yakni kehadiran tokoh "orang gila", dari babak pertama penonton akan ditarik masuk pada ruang kepolisian. Inspektur Bertozzo melakukan interogasi kepada orang yang seringkali melakukan penipuan dengan menjadi orang lain, seperti psikiater, profesor dan berlanjut dalam lakon ini, dia memerankan hakim hingga uskup dan lain-lain. Tokoh ini mengaku dirinya mengalami penyakit kejiwaaan "histromania" tak bisa berhenti berakting dan memainkan banyak peran dan tokoh, selain itu tokoh ini seperti badut yang memberikan kelucuan dan menyindir tentang kebenaran, untuk menertawakan situasi atau mungkin diri kita sendiri. Fo mampu mentransformasikan pemikirannya dengan tokoh orang gila ini.

Selain itu, kita akan menemukan tokoh wartawan bernama Maria Feletti, yang mengungkap borok dari skandal kematian seorang anarkis. Fo, terinspirasi dari sosok wartawan yang sebenarnya, Camilla Cederna dari media Italia L'espresso, Cederna pada masa itu mampu mengungkap korupsi dalam tubuh kepolisian dan bisa jadi, menurut hemat saya, tokoh inspektur Bertozzo juga mewakili sosok yang nyata pada masa itu. 

foto : diaz a.p
"Tokoh inspektur Bertozzo ini menarik karena bisa mengungkapkan rahasia orang gila ini, misal saat orang gila menyamar jadi uskup dan naskah ini sangat kontekstual mengenai kepolisian yang korup, isu juga masalah ini selalu muncul dan selalu ada tentang penyimpangan-penyimpangan hukum," tutur Isnaeni Samadi yang memerankan Inspektur Bertozzo.

Dari inspirasi kematian seorang anakis, Giuseppe Pinelli, lalu tokoh-tokoh yang dihadirkan yang juga diambil dari sosok nyata pada masa-nya, jadi pada realitasnya, "Anarkis Itu Mati Kebetulan" adalah suatu cerita intrik yang "tidak kebetulan" dibuat karena merupakan reinterpretasi sebuah kenyataan di Italia yang mungkin saja terjadi hingga masa kini dan mungkin pula di negeri ini, siapa tahu?

(SUMBER)
 




poto : diaz a.p

Menarik membaca review Kompas terhadap pementasan “Anarki itu Mati Kebetulan” yang dipentaskan oleh Republic of Performing Art sebagai komedi, 19-20 Mei 2012 di Gedung Kesenian Jakarta sangat kontekstual. Di Italia, Karya yang pertama kali dipentasan pada tahun 1970 ini jadi pementasan agitasi dan propaganda yang umum digunakan untuk memprotes segala bentuk ketidakadilan. Satir yang ingin ditunjukkan Dario Fo adalah bahwa orang gila lebih waras daripada masyarakat yang sakit karena korupsi dan penguasa yang sibuk dengan dirinya sendiri. Di Indonesia, latar belakangnya sama. Kita sedang hidup dalam masyarakat yang sakit, ketika korupsi dan berbagai penyelewengan moral dan berbagai hal terkati kekuasaan juga terjadi begitu kompleksnya. Pementasan ini kontekstual, karena dipentaskan dalam masyarakat yang juga sedang sakit.

poto : diaz a.p
Pementasan “Anarki itu Mati Kebetulan” yang merupakan adaptasi dari karya Dario Fo yang asliya berjudul ”Morte Accidentale di un Anarchico” sangat menarik. Karya Dario Fo ini karya satir yang sebenarnya memarodikan klaim polisi atas kematian Giuseppe Pinelli. Pinelli, seorang pekerja rel kereta api, ditangkap polisi dengan tuduhan terlibat pengeboman Piazza Fontana di Kota Milan pada 12 Desember 1969. Pengeboman ini menewaskan 17 orang dan melukai 88 orang. Pinelli diinterogasi polisi selama tiga hari dan pada 15 Desember 1969, menjelang tengah malam, Pinelli jatuh dari jendela lantai 4 kantor polisi Milan dan mati. Klaim polisi, Pinelli jatuh bunuh diri. Namun, kontroversi tidak akan seru jika tanpa spekulasi alternatif bahwa Pinelli sebenarnya dibunuh polisi.

poto : diaz a.p
Di Indonesia kontemporer, kasus macam terbunuhnya Pinelli adalah hal biasa. Kasus bunuh diri di kantor polisi sudah tak terhitung lagi. Jumat lalu, Boim yang diduga penadah motor curian tewas setelah terjun dari lantai tiga Mapolres Jakarta Selatan. Beberapa kasus serupa juga pernah terjadi tidak hanya di Jakarta. Pernah terdengar kasus, tawanan polisi gantung diri di tahanan. Lalu, yang lebih absurd, ada pula polisi yang bunuh diri di kantornya. Tapi, semuanya sekedar memperjelas bahwa masyarakat kita sedang sakit. Berbagai penyelewengan moral terjadi dimana-mana. Saking sakitnya masyarakat kita, kasus macam ini bukan lagi jadi tragedi. Yang dulu jadi tragedy kini jadi hal biasa. Sampai kapan kita biarkan masyarakat kita sakit? 

(SUMBER)



 
Komedi Pahit Kematian Anarki 

Naskah berat dan satiris ini digarap ringan dan kurang menghibur.

Republic of Performing Arts (RPA) baru saja mementaskan Anarkis itu Mati Kebetulan (AMK) di Gedung Kesenian Jakarta (19-20 Mei 2012). Kepada Jurnal Nasional (12-5-2012), Amien Kamil, Pemimpin RPA mengatakan --dengan pertunjukan ini ia dan grupnya mencoba menggali dan mengolah kemungkinan baru seni pertunjukan-- dari sisi tontonan komikal, segar, dan menghibur.

Lakon AMK (Morte Accidentale Di Un Anarchico), 1970, adalah karya dramawan Italia Dario Fo, peraih Nobel Sastra 1997. AMK mengambil inspirasi dari kisah nyata kematian seorang anarkis, Giuseppe Pinelli. Pinelli adalah seorang teknisi PJKA kota Milan, yang "terjun" atau "dilemparkan" dari lantai empat oleh polisi, setelah diinterogasi beberapa hari. Giuseppe Pinelli dituduh mengebom sebuah bank yang menewaskan 16 orang dan melukai 90 orang.

Jelas, konteks sosial-politik lakon AMK begitu kental. Lakon menyoroti berbagai skandal di kepolisian, problematika korupsi, kepincangan hukum, dan berbagai realitas sosial penuh konflik di tengah masyarakat. AMK adalah salah satu lakon Dario Fo yang populer di dalam maupun di luar Italia. Telah dimainkan dalam berbagai bahasa di seluruh dunia selama bertahun-tahun, dan disaksikan jutaan penonton. AMK memiliki vitalitas kuat dengan mengeksplorasi secara cerdas potensi komedi tata krama sosial. Untuk AMK versi RPA, Amien menggunakan terjemahan Antonia Soriente dan Prasetyo Hadi.

Selain Amien bertindak sebagai sutradara dan berperan sebagai Si Maniak dengan berbagai penyamarannya (polisi, hakim, dll), Amien juga dibantu para pemain: Isnaeni Samadi, Supriboemi, Je' Sebastian, Suci Rahmawati, Olil Buntil, Torro de Java, dan Mendit Gontay. Dengan produser Ahmad Iman, pemimpin produksi Rusdy Setiawan Putra dan konsultan produksi Amir Husin Daulay, AMK sebenarnya menghidupkan banyak harapan bagi penonton GKJ pada pertunjukan malam pertama itu.

poto : diaz a.p
Begitu lampu menyala, terlihat panggung pertama (lantai satu) sebagai sebuah ruang interogasi. Di kiri dan kanan panggung ada pintu masuk dan keluar. Di tengah ada meja. Ada sang interogator, ada Si Maniak yang sedang ditanyai. Ada penjaga di pintu masuk sebelah kiri, dan ada jendela depan (dinding belakang panggung).

Lalu setengah jam berikutnya, setelah jeda, lampu menyala memperlihatkan panggung kedua (lantai empat), dengan properti dan suasana nyaris sama. Yang membedakan: meja interogator berada di sebelah kiri panggung, sementara di bagian tengah panggung ada sofa. Yang (sayangnya!) tidak berubah --adalah pemandangan di luar gedung, yang tampak dari jendela terbuka.
Selain musik dan tata cahaya yang tak begitu banyak mengundang kritik, masalah detail panggung (lantai satu dan lantai empat) inilah yang justru menimbulkan "masalah" bagi RPA. Padahal situasi dan kondisi lantai satu dan empat itu sebenarnya sudah tergambar dari dialog yang dilangsungkan para tokoh. Namun, dalam pengadaan panggung (dan juga properti), hal tersebut tidak terkonkretisasi. Di antaranya: fungsi jendela tidak dimaksimalkan sebagai penanda lantai. 


Sebaliknya, konkretisasi sutradara (dan artistik) juga terkesan berlebihan. Dari lantai empat itulah si anarkis terjun --atau dilemparkan-- ke jalanan. Sebuah jendela gedung seberang terus memampangkan wajah seorang "polisi", yang mudah diartikan dapat mengikuti semua perkembangan. Namun kehadiran si "polisi" antiklimaks tanpa makna, ketika sampai pertunjukan usai tak mengisyaratkan pesan apa pun; kecuali "polisi" pajangan yang dimaksudkan memancing perhatian. 


Tapi tantangan terberat bagi RPA tentu saja adalah "menaklukkan" nama besar Dario Fo, sang penulis naskah. Dario Fo (lahir 24 Maret 1926) adalah seorang satiris, dramawan, sutradara teater, aktor dan komposer terkenal Italia. Kerja teaternya memakai metode komedi yang dikembangkan dari komedi klasik Italia. Sebuah teater populer yang banyak dimainkan (dan mengusung tema kehidupan) kalangan pekerja.

Dengan teaternya, Dario Fo mengutamakan "penyadaran kalangan tertindas". Untuk AMK misalnya, ia sengaja mengritik kejahatan terorganisasi (seperti pembunuhan dan korupsi politik) yang berlangsung di lingkungan pemerintahan, termasuk kepolisian, tentara, pengadilan, dan juga lingkungan gereja yang menjadikan rakyat jadi korban. Fo juga tak henti-hentinya menyoroti dan menertawakan konflik sosial, yang kerap muncul akibat doktrin gereja di Italia.

Di berbagai negara pun, AMK selalu dikaitkan dengan isu hangat lokal, dengan sengaja menambah atau membelokkan dialog. Dario Fo memang mendorong penyutradaraan dan penerjemahan naskahnya secara terbuka. Dapat dimodifikasi sesuai isu politik dan sosial di negara setempat. Hal ini sejalan dengan tradisi teater komedi improvisatoris yang dikembangkan Fo bersama istrinya, aktris Franca Rame. 


poto : diaz a.p
AMK dibuka oleh adegan Inspektur Bertozzo (Isnaeni Samadi) menginterogasi Si Maniak (Amien Kamiel), seorang "gila", di lantai satu kantor polisi. Si Maniak dengan segala pengalaman kegilaannya, lebih banyak merepotkan Bertozzo ketimbang merasa tertekan karena diinterogasi. Si Maniak dalam beberapa dialog bahkan sengaja membodohi Bertozzo, yang lebih paham bom ketimbang manusia. Si Maniak pun diusir dari ruang lantai satu itu, karena Bertozzo akan menghadiri suatu pertemuan.

Ketika Bertozzo meninggalkan ruangan, Si Maniak kembali lagi mau mengambil berkas-berkas penyakitnya. Saat menemukan ruangan yang kosong, Si Maniak tak menyia-nyiakan kesempatan: mengambil beberapa berkas yang kelak bisa dimanfaatkannya, dan menghancurkan berkas yang kira-kira akan merugikannya. Dan saat itulah datang telepon Sang Hakim, yang mengabarkan rencana kedatangannya menyelidiki kematian si anarkis yang terjun dari lantai empat gedung kepolisian. 


poto : diaz a.p
Pada adegan berikutnya, Si Maniak yang menyamar sebagai Sang Hakim pun berhasil mempermainkan para polisi yang dulu mengintrogasi si anarkis di lantai empat itu. Termasuk berperan sebagai polisi, atas persetujuan para polisi interogator tersebut, untuk menghadapi seorang wartawati yang datang menelusuri kisah kematian si anarkis.
Penipuan Si Maniak tentunya akan berpanjang-panjang, bila Bertozzo yang baru saja menjinakkan bom tidak datang ke lantai empat itu. Bertozzo-lah yang mengenali si Maniak dan menyadarkan teman-temannya, bahwa si Maniak adalah seorang tahanan mereka. Namun para polisi di lantai empat itu kemudian (termasuk si wartawan) sama-sama mati oleh bom yang dibawa Bertozzo. Si Maniak berhasil mengaktifkan kembali bom tersebut. Dhuaaarrr! Seluruh ruang pentas pun gelap. Tamat.


Dengan adegan yang ketat dan memuncak seperti ini, permainan komedi satiris si Maniak yang menyosokkan beragam karakter dituntut maksimal. Ia harus mampu menarik setiap dialog tetap memusat padanya. Sementara, dalam dialog AMK di GKJ itu, maaf, Amien Kamiel beberapa kali tampak melantur.
Namun Amien sesekali juga berhasil mengatasi pelanturan itu dengan memberikan konteks "keindonesiaan". Tapi teman-teman bermainnya kurang mengantisipasi dan ikut menghidupkan. Jadinya, upaya rekontekstualisasi yang dilakukan Amien jadi lepas.

Layak pula dipujikan, bagaimana Amien tetap bersemangat menjaga irama pementasan agar tetap mengalir. Sekalipun, pada beberapa dialog "ramai", oleh tiga-empat pemain, yang hadir di panggung adalah "kebingungan" mereka yang tidak menjiwai AMK seperti halnya Amien.  


(SUMBER)

1 komentar: