29 Agustus 2013

"LIMA PINTU" by TEATER ALAMAT

    

 FESTIVAL TEATER JAKARTA ke-41
       WILAYAH JAKARTA BARAT 



TEATER ALAMAT
mempersembahkan 
 "Lima Pintu"
 Karya/Sutradara : Budi Yasin Misbach 
Sabtu, 7 September 2013, pkl 20.00 WIB.
di Auditorium Gelanggang Remaja Jakarta Barat 
Jln. Dr. Nurdin IV No. 1 Grogol 
Jakarta Barat 
 S   Y   N   O   P   S   I   s :

Lima pintu kontrakan yang berderet, setiap hari selalu saja terjadi persoalan, penghuni pintu satu dan penghuni pintu tiga, setiap hari selalu bersaing  dalam segala hal.  Baik secara ekonomi, masakan,  harta benda, persaingan untuk mendekati si Tukang Kanyam yang ganteng, bahkan sang anak bayi pun tidak luput juga sebagai andalan untuk menunjukkan keberhasilan suatu persaingan.  Hingga perseteruan kedua istri itu setiap hari selalu saja terjadi. Namun anehnya mereka sepakat untuk bersama-sama dalam hal kecemburuannya terhadap Lela, si penghuni pintu kedua. Ini terjadi,  Karena ternyata kedua  suami mereka sama-sama pengagum kecantikan si Lela. Inilah yang membuat para istri-istri itu, setiap pagi selalu mengawasi suami-suami mereka, yang memiliki jadwal tetap untuk memandang Lela, yang setiap pagi berangkat kerja.

Setiap ada pertengkaran antara pasangan-pasangan suami istri itu, nama Lela selalu menjadi penyebabnya, hingga akhirnya membuat ibunya si Lela pun menjadi marah.
Di sisi yang lain, si Tukang Kanyam, yang juga di gandrungi oleh istri pintu satu dan tiga, diam-diam, juga mencintai si Lela. Namun cintanya kandas karena gadis yang di cintainya ternyata sudah memiliki pacar. Ia pun diam-diam memiliki dendam terhadap Lela, Lela sendiri sebetulnya bukan tidak menyukai si Tukang Kanyam, tapi laki-laki itu terlambat menyatakan cintanya, karena Faisal pemuda tetangga kampung, lebih dulu merebut hati Lela. Dendam inilah yang akhirnya menjadi rencana gila si Tukang Kanyam itu. Hingga satu malam, ia menyeret Lela ke kamar kosong pintu ke lima, kemudian memperkosanya dan membunuhnya !

Maka gegerlah, para penghuni kontrakan dan masyarakat disekitarnya begitu mengetahui telah terjadi pemerkosaan dan pembunuhan di kontrakan tersebut.

Sepucuk surat, dari sebuah pernyataan si pelaku, menjawab teka-teki, siapa pelaku pemerkosaan dan pembunuhan itu…!!!

 

A      C      T      O      R

SUAMI PINTU SATU   : Irsyad Beuna R

ISTRI PINTU SATU     : Ratna Alfiani

IBU PINTU DUA          : Firda Rizqi Amalia

LELA                        : Laila Marliasari

NENENG                   : Jenita Octavia

SUAMI PINTU DUA     : Reynald Jefferson

ISTRI PINTU TIGA     : Florensia Bernika

GADIS SATU             : Mega Putri Rahmadani

GADIS DUA              : Mudrika Risaliva

GADIS TIGA             : Nadya Octaviani

PEMUDA                  : MM Khadafi

TUKANG KAN YAM    : Sendy Ibra

SESEORANG            : Buyami

Warga                    : Aditya DC
                               Arif
                               Redina D
                               Azalea
                               Cut Velia Sahna
                               Nona Tetra



 S T A F  P R O D U K S I
Pimpinan Produksi : Redina Azalea
Sekertaris : FirdaRizqi Amalia
Bendahara : RatnaAlfiani
Dokumentasi : Mata Belo Art Studio
Penata Cahaya  : Dimas AdiYunior
Penata Musik : Yazied
Penata Artistik : BYM – Mata Belo Art Production
Poster : IzuafcreARTion
Astrada : MM Khadafi
Sutradara  : Budi Yasin Misbach

T h a n k s   t o:
Allah SWT, Orang Tua Kami, Istri dan Anak-anak Kami, INDRAJA, Panitia FTJb 41, Bang Madin Tyasawan, Bang Edian M, Bang Rik A Sakri, Bang Joind B, ALUMNI SMAN 94, Teater 15, Uwak Sidik, Bang Ojoss, Teater Nusantara, kawan-kawan teater di 5 wilayah, Pacar, Gebetan, Selingkuhan dan Para Mantan Kami, Para Penonton yang sudah membeli ataupun tidak membeli tiket, dan siapapun yang memikirkan tentang produksi kami.

salam,






24 Agustus 2013

Pementasan "Walang Sangit" produksi Teater Nusantara



FESTIVAL TEATER JAKARTA Ke-41 
 tingkat administrasi Jakarta Barat


 pementasan "Walang Sangit"
Produksi : Teater Nusantara
Karya/Sutradara :  Ayak Abirayya
Jum'at, 6 September 2013, Pkl 16.00 WIB
di Auditorium Gelanggang Remaja Jakarta Barat 
Jln. Dr. Nurdin IV no I , Grogol
Jakarta Barat.

  




  sinopis : 
~Tak ada yang mampu memadamkan api yang sudah membakar .. kecil menjadi teman dan besar menjadi lawan~
Kegelisahan Santara terhadap persoalan kondisi lingkungan menempatkan dirinya pada sebuah peristiwa yang membuatnya semakin meyakini pilihan pergerakkannya.
 Bersama teman dan komunitas yang dijalaninya, Santara melakukan pergerakan demi masyarakat. 
Berbagai hal yang terjadi di masyarakat dan komunitasnya tak membuat Santara berubah. Membela kepentingan masyarakat. 

Lalu apa hubungannya dengan Walang Sangit ? 
lalu, bagaimana sebenarnya pergerakan yang dilakukan oleh Santara dan komunitasnya. 

 Saksikan dalam pementasan “Walang Sangit” Produksi Teater Nusantara 
 Selamat Menyaksikan !

  HTM  : Rp 10.000,-
RSVP : Assa Asmusikal (085717219015) & Ei Genggong (083893339648)
atau langsung di tempat pertunjukan

23 Agustus 2013

Jadwal Festival Teater Jakarta ke-41 tingkat administrasi Jakarta Barat

Setelah melalui proses PARADISTE ( Parade dan Diskusi Teater ) yang dilaksanakan sejak tgl 13 Juli s/d 25 Juli 2013, inilah grup-grup teater yang berhak mengikuti Festival Teater Jakarta ke-41 wilayah Jakarta Barat. PARADISTE ini selain dihadiri oleh calon peserta juga dihadiri oleh pengamat teater Jakarta, diantaranya :
Sdr. Edian Munaedi sutradara senior dari Teater Stasiun, 
Sdr. Rik A. Sakri sutradara senior dari Teater Aquila, 
Sdr. Madin Tyasawan perwakilan dari Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta.





jadwal festival teater jakarta ke-41
tingkat wilayah kota administrasi jakarta barat
mulai tgl 3 s/d 9 september 2013
Auditorium Gelanggang Remaja Jakarta Barat
Jln. Dr . Nurdin IV no. 1. Grogol
Jakarta Barat

untuk info hubungi :
silmi rahmadi : 081282556663
riska irmayanti : 081294489435
email : ftj.jakartabarat@gmail.com

Panitia :

18 Agustus 2013

Semangat Soekarno Dalam Secangkir Kopi Tubruk

foto : ilustrasi
Aroma kopi tubruk yang pekat menggelorakan semangat Soekarno muda di Bandung. Di kemudian hari, rasa sedap kopi menemaninya untuk egaliter sebagai penyambung lindah rakyat.


Bandung, akhir Juni 1921. Kota indah dengan benih-benih nasionalisme yang mulai bersemi. Soekarno muda tiba dari Surabaya. Datang untuk menjadi mahasiswa di Technische Hoogeschool te Bandoeng.

Tapi dunia pergerakan lebih menarik minat Soekarno muda daripada teori di bangku kuliah. Dengan cepat dia menjadi salah satu orator handal yang dikenal karena pidato-pidato yang membakar soal kebangsaan.


Di Bandung pula Soekarno menemukan gairah dan cinta pada ibu kostnya sendiri, Inggit Garnasih. Kedewasaan Inggit membuat pemuda Soekarno merasa terayomi. Mereka menjalin asmara. Lupa kalau Soekarno sudah beristrikan Oetari dan Inggit sudah bersuamikan Sanusi.
Cinta menemukan jalannya, Soekarno menikahi Inggit yang lebih tua 13 tahun. Saat itu Soekarno baru berusia 20 tahun sementara Inggit 33 tahun. Dengan setia Inggit mendampingi Soekarno. Rumah Inggit di Jalan Ciateul Bandung menjadi pusat pergerakan kaum nasionalis kala itu.

Soekarno organisatoris handal. Tapi dia tak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga. Maka Inggitlah yang jadi tulang punggung perekonomian dengan berjualan kosmetik. Wanita Sunda yang cantik ini menyediakan makanan, rumah tinggal, bahkan uang saku dan kopi kegemaran Soekarno.

Inggit segera paham kebiasaan suaminya. Sampai-sampai dia tahu kapan harus menyediakan kopi dan panganan bagi para nasionalis muda itu. Saat debat pada puncaknya. Saat mereka mulai menggebrak meja dan seolah-olah ingin adu tinju. Maka Inggit akan muncul dengan nampan berisi gelas-gelas kopi. Perdebatan para politikus ini berhenti sesaat untuk menikmati secangkir kopi panas. Inggit pun tersenyum lega.


Soekarno sangat menyukai kopi tubruk yang hitam pekat. Menikmati kopi di kedai sambil mengobrol berjam-jam, sebuah kemewahan yang jarang dirasakannya. Adalah sebuah kegembiraan, jika seorang kawan yang punya uang lebih mentraktirnya minum kopi dan makan peyeum, makanan khas Bandung yang terbuat dari singkong.


Soekarno lebih sering tak punya uang. Dia tak tertarik mencari uang, dunia politik benar-benar menyita seluruh hasratnya.

Ceritanya suatu hari seorang kawan bernama Sutoto datang ke rumah. Seperti biasa Soekarno tak punya uang untuk menjamu tamunya.

"Selagi kami duduk-duduk dengan muram di tangga depan, seorang wartawan lewat naik sepeda. Aku memanggilnya. Wartawan itu sedang mencari bahan artikel untuk korannya. Aku menawarkan untuk membuatkan dengan imbalan sepuluh rupiah," kata Soekarno dalam biografi yang ditulis Cindy Adams.

Setelah tawar menawar, akhirnya wartawan itu setuju dengan harga dua rupiah. Cuma butuh lima belas menit bagi Soekarno untuk menyelesaikan artikel 1.000 kata itu. Soekarno dengan mudah menuliskan seluruh pikirannya dengan mudah.

"Dan dengan seluruh uang bayaranku, aku membawa Sutoto dan Inggit minum kopi dan menikmati peyeum," kata Soekarno gembira.

Setelah Indonesia merdeka, Soekarno tetap rajin ngopi. Satu hal yang menarik, presiden pertama ini tak pernah minum minuman beralkohol.

"Bung Karno tidak pernah minum alkohol. Apapun minumannya," ujar mantan ajudan Presiden Soekarno, Bambang Widjanarko dalam buku 'Sewindu Dekat Bung Karno' yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia.

"Kalau dalam suatu resepsi resmi dihadirkan champagne atau anggur (wine), khusus bagi Bung Karno disediakan air jeruk."

Walau berada dalam nightclub di luar negeri dan dijamu oleh presiden negara lain, Soekarno tetap tidak mau minum alkohol. Tahun 1950-an, Soekarno diajak Presiden Tito dari Yugoslavia menghadiri ramah tamah di nightclub Hotel Mertopole Beograd.

"Seperti biasa, Bung Karno hanya minta air jeruk. Dia memang tidak pernah minum alkohol," kenang Bambang.

Selama delapan tahun mendampingi Soekarno, Bambang mengingat kebiasaan makan dan minum proklamator itu. Pada pagi hari Soekarno selalu minum kopi. Untuk makannya, hanya roti yang diolesi sedikit mentega dan gula. 


Saat minum kopi pagi di Istana inilah yang selalu seru. Soekarno selalu mengajak seluruh ajudan, pegawai istana maupun sarapan bersama. Sangat egaliter.

Suasana penuh canda tawa selalu terjadi di Istana setiap pagi. Tak ada batas antara Presiden dan para bawahannya. Kadang waktu minum kopi pagi ini juga dimanfaatkan Soekarno untuk berdiskusi dengan para menteri dan pejabat mendiskusikan masalah negara.

"Dari pengalaman saya selama berada di dekat Bung Karno selama delapan tahun, saya dapat mengatakan bahwa semua orang yang pernah bekerja secara langsung di bawah Bung Karno atau di dekatnya, pasti mencintai Bung Karno setulus hati. Hal ini terutama karena sikap Bung Karno yang hidup sederhana dan merakyat," ujar perwira Marinir TNI AL ini.


(SUMBER)

14 Agustus 2013

6 Kisah Sepakbola Yang Jarang Terungkap

  
Banyak kisah di dunia sepakbola yang jarang kita ketahui. Mulai dari pesepakbola profesional yang hanya memiliki satu tangan, hingga negara yang dilarang tampil di Piala Dunia karena enggan menggunakan sepatu sepakbola atau alas kaki.
Berikut 6 (enam) kisah menarik di dunia sepakbola yang jarang kita ketahui seperti dikutip dari Stuff :

 
Wasit
foto : ilustrasi
1. Pemain Dengan Satu           Tangan
Robert Schlienz merupakan salah satu legenda VfB Stuttgart dengan mencetak 143 gol dari 391 pertandingan selama 1945 hingga 1960. Pada 14 Agustus 1948, tangan kiri Schlienz harus diamputasi karena mengalami kecelakaan mobil saat perjalanan ke stadion. Namun, karier Schlienz tidak tamat. Pelatih Georg Wurzer tetap memainkannya, meski bukan sebagai striker melainkan gelandang serang.

Meski tidak memiliki anggota tubuh yang sempurna, Schlienz tetap ditunjuk sebagai kapten tim. Schlienz bahkan membawa Stuttgart juara Liga Jerman pada 1950 dan 1952, serta Piala Jerman pada 1954 dan 1958. Pada 1955         dan 1956, Schlienz bahkan dipanggil memperkuat timnas Jerman Barat oleh pelatih Sepp Herberger. Total, Schlienz mengoleksi tiga caps.

2. Lagu The Beatles Jadi Julukan Klub 
The Beatles merupakan salah satu band terkenal sepanjang sejarah musik dunia. Pengaruh band asal Inggris itu juga terasa di dunia sepakbola. Terbukti, ada 27 klub sepakbola profesional yang menjadikan lagu The Beatles sebagai julukan tim. Yang paling terkenal adalah klub Spanyol, Villarreal, dengan julukan The Yellow Submarine.

Klub asal Spanyol yang juga memiliki julukan dari lagu The Beatles adalah Real Madrid. Pada era 1960an, tim Madrid diisi oleh pemain asal Spanyol sepenuhnya. Di bawah asuhan Miguel Munoz, ketika itu Madrid merebut 9 gelar La Liga dan satu European Cup (kini Liga Champions).
Generasi tim Madrid itu dijuluki suporter sebagai tim "Ye-ye". Julukan itu diambil dari  "Yeah, yeah, yeah", chorus lagu The Beatles berjudul "She Loves You".

3. Nasib Bayern Munich
Bayern merupakan klub tersukses di Jerman saat ini dengan koleksi 23 gelar Bundesliga. Namun, pada awal digelarnya Bundesliga pada 1963, Bayern tidak terpilih oleh Federasi Sepakbola Jerman (DFB) untuk bermain di kompetisi. 

DFB justru memilih TSV 1860 Muenchen yang ketika itu memenangi gelar Oberliga South. Bayern baru bermain di Bundesliga tiga tahun kemudian, dengan pemain-pemain tenar seperti Franz Beckenbauer, Gerd Mueller dan Sepp Maier.

4. Tanpa Alas Kaki
Pada 1950, timnas India mundur dari ajang Piala Dunia karena dilarang bermain tanpa sepatu sepakbola atau alas kaki. Ketika itu, bermain sepakbola tanpa alas kaki merupakan hal yang biasa. Bahkan, timnas India bermain di Olimpiade 1948 tanpa alas kaki, meski sudah ada larangan dari FIFA.

Federasi Sepakbola India (AIFF) berdalih timnas India mundur dari Piala Dunia 1950 karena tidak punya biaya pergi ke Brasil, meski FIFA sudah menjamin seluruh akomodasi. Kapten timnas India kala itu, Shailen Manna, mengatakan cerita menolak bermain di Piala Dunia karena larangan bermain tanpa alas kaki adalah untuk menutupi keputusan AIFF.

5. Pemain Diculik Rekan Satu Tim
Striker Elisha Banda yang bermain untuk tim asal Zimbabwe, Cone Textiles, diculik oleh rekan setimnya selama 8 hari karena memutuskan untuk bergabung dengan klub rival. Selama 8 hari tersebut, Banda disiksa dan dicekoki narkotika. Banda ditemukan dalam kondisi terikat di luar wilayah ibukota Zimbabwe, Harare.

6. Wasit Kartu Merah Diri Sendiri
Pada 1998, wasit asal Inggris, Martin Sylvester, mengusir dirinya sendiri setelah memukul seorang pemain pada pertandingan amatir di Andover and District Sunday League. 


13 Agustus 2013

Benyamin Sueb Sang Legenda


Biodata
Nama: Benyamin Sueb
Lahir: Jakarta, 5 Maret 1939
Meninggal: Jakarta, 5 September 1995
Isteri: Noni (Menikah tahun 1959)

Pendidikan:
Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan & Ketatalaksanaan, Jakarta (1960)
Akademi Bank Jakarta, Jakarta (tidak tamat)
SMA Taman Madya (Taman Siswa), Jakarta (1958)
SMPN Menteng, Jakarta (1955)

Riwayat Pekerjaan:
Aktor, penyanyi, penghibur
Kondektur PPD (1959)
Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960)
Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1968)
Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969)

Penghargaan: 

1973, meraih piala Citra dalam film Intan Berduri (Turino Djunaidi, 1972) bersama Rima 
         Melati.
1975, meraih piala Citra dalam film Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975).


Ia menjadi figur yang melegenda di kalangan masyarakat Betawi khususnya karena berhasil menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Celetukan "muke lu jauh" atau "kingkong lu lawan" pasti mengingatkan masyarakat pada Benyamin Sueb, seniman Betawi serba bisa yang sudah menghasilkan kurang lebih 75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra ini. 


Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya.
Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai "imbalan".

Penampilan Benyamin kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Benyamin disenangi teman-temannya. Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak.

Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung, pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng.

Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan "alat musik" itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.

Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.

Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman sekolahnya.

SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta lagi, masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!" Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tapi tidak tamat.

Benyamin mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. "Tergantung kondisi," kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.
Ia akhirnya menjadi pedagang roti dorong. Pada 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima . "Tidak ada pilihan lain," katanya. Pangkatnya cuma kenek, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput. Itu pun tidak lama. "Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu," tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan.
Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.

Baru setelah menikah dengan Noni pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.

Sebenarnya selain menekuni dunia seni, Benyamin juga sempat menimba ilmu dan bekerja di lahan yang "serius" diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).

Dari berkesenian, hidup Benyamin (dan keluarganya) berbalik tak lagi getir. Debutnya Si Jampang, mengalir setelah itu Kompor Mleduk belakangan a menjadi figur yang melegenda di kalangan masyarakat Betawi khususnya karena berhasil menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Celetukan "muke lu jauh" atau "kingkong lu lawan" pasti mengingatkan masyarakat pada Benyamin Sueb, seniman Betawi serba bisa yang sudah menghasilkan kurang lebih 75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra ini.

Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya.

Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai "imbalan".

Penampilan Benyamin kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Benyamin disenangi teman-temannya. Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak.

Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung, pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng.

Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan "alat musik" itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.

Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.

Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman sekolahnya.

SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta lagi, masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!" Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tapi tidak tamat.

Benyamin mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. "Tergantung kondisi," kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.
Ia akhirnya menjadi pedagang roti dorong. Pada 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima . "Tidak ada pilihan lain," katanya. Pangkatnya cuma kenek, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput. Itu pun tidak lama. "Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu," tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan.
Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.

Baru setelah menikah dengan Noni pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.

Sebenarnya selain menekuni dunia seni, Benyamin juga sempat menimba ilmu dan bekerja di lahan yang "serius" diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).

Dari berkesenian, hidup Benyamin (dan keluarganya) berbalik tak lagi getir. Debutnya Si Jampang, mengalir setelah itu Kompor Mleduk belakangan dinyanyikan ulang oleh Harapan Jaya, Begini Begitu (duet Ida Royani), Nonton Bioskop (dibawakan Bing Slamet) dan puluhan lagu karya Benyamin yang lain.

Tidak puas dengan hanya menyanyi, Benyamin lalu main film. Diawali Honey Money and Jakarta Fair (1970) lalu mengucur deras puluhan film lainnya. Seniman yang suka "mengomel" bila melawak ini menjadi salah satu pemain yang namanya sering digunakan menjadi judul film. Selain Benyamin tercatat diantaranya Bing Slamet, Ateng, dan Bagio.

Judulnya, antara lain Benyamin Biang Kerok (Nawi Ismail, 1972), Benyamin Brengsek (Nawi Ismail, 1973), Benyamin Jatuh Cinta (Syamsul Fuad, 1976), Benyamin Raja Lenong (Syamsul Fuad, 1975), Benyamin Si Abunawas (Fritz Schadt, 1974), Benyamin Spion 025 (Tjut Jalil, 1974), Traktor Benyamin (Lilik Sudjio, 1975), Jimat Benyamin (Bay Isbahi, 1973), dan Benyamin Tukang Ngibul (Nawi Ismail,1975).

Dia juga main di film seperti Ratu Amplop (Nawi Ismail, 1974), Cukong Blo"on (Hardy, Chaidir Djafar, 1973),Tarsan Kota (Lilik Sudjio, 1974), Samson Betawi (Nawi Ismail, 1975), Tiga Janggo (Nawi Ismail, 1976), Tarsan Pensiunan (Lilik Sudjio, 1976), Zorro Kemayoran (Lilik Sudjoi, 1976). Sementara Intan Berduri (Turino Djunaidi, 1972) membuat dirinya, dan Rima Melati, meraih Piala Citra 1973.

Benyamin juga membuat perusahaan sendiri bernama Jiung Film - diantara produksinya Benyamin Koboi Ngungsi (Nawi Ismail, 1975) - bahkan menyutradarai Musuh Bebuyutan (1974) dan Hippies Lokal (1976). Sayang, usahanya mengalami kemunduran, dan PT Jiung Film dibekukan tahun 1979.

Benyamin tidak selalu menjadi bintang utama di setiap filmnya. Seperti layaknya semua orang, ada proses dimana Benyamin "hanya" menjadi figuran atau paling mentok menjadi aktor pembantu. Dalam hal ini, paling tidak ada dua nama yang patut disebut, yaitu Bing Slamet dan Sjuman Djaya. Walau sudah merintis karir sebagai "bintang film" lewat film perdananya, Banteng Betawi (Nawi Ismail,1971) yang merupakan lanjutan dari Si Pitung (Nawi Ismail, 1970), tetapi kedua nama besar itulah yang mempertajam kemampuan akting Benyamin.

Dalam "berguru" dengan Bing Slamet, Benyamin tidak saja bekerja sama dalam hal musik - seperti dalam lagu Nonton Bioskop dan Brang Breng Brong. Tapi dalam hal film pun dilakoninya. Terlihat dengan jelas, di film Ambisi (Nya Abbas Acup, 1973) -sebuah "komidi musikal" yang diotaki oleh Bing Slamet - Benyamin menjadi teman sang aktor utama, Bing Slamet menjadi penyiar Undur-Undur Broadcasting.

Di film ini, sudah terlihat gaya "asal goblek" Benyamin yang penuh improvisasi dan memancing tawa. Di sini, dia berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Tukang Sayur. Tetapi, sebenarnya, setahun sebelumnya, Benyamin juga diajak ikutan main Bing Slamet Setan Djalanan (Hasmanan, 1972). Karena itulah, saat sahabatnya itu wafat pada 17 Desember 1974, Benyamin tak dapat menahan tangisnya.

Dengan Sjuman Djaya, Benyamin diajak main Si Doel Anak Betawi (Sjuman Djaya, 1973). Dirinya menjadi ayah si Doel, yang diperankan oleh Rano Karno kecil. Perannya serius tapi, seperti stereotipe orang Betawi, kocak dan tetap "asal goblek".

Adegan terdasyat film ini adalah saat pertemuan antara abang-adik yang diperankan oleh Benyamin dan Sjuman Djaya sendiri, terlihat ketegangan dan kepiawaian akting keduanya yang mampu mengaduk-aduk emosi penonton. Talenta itu direkam oleh ayah dari Djenar Maesa Ayu dan Aksan Syuman, dan dua tahun kemudian Benyamin pun main film sekuelnya, Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975). Kali ini Benyamin menjadi bintang utamanya, dan meraih Piala Citra.

Yang menarik, lebih dari dua puluh tahun kemudian Rano Karno membuat versi sinetronnya. Castingnya nyaris sama: Rano sebagai Si Doel, Benyamin sebagai ayahnya - selain theme song-nya dan settingnya yang hanya diubah sedikit saja. Lagi-lagi Benyamin menjadi aktor pendukung, tapi kehadirannya sungguh bermakna.

Sebenarnya ada satu lagi film yang dirinya bukan aktor utama, tetapi sangat dominan bahkan namanya dijadikan subjudul atawa tagline: Benyamin vs Drakula. Film itu adalah Drakula Mantu, karya si Raja Komedi Nyak Abbas Akub tahun 1974. Film bergenre komedi horor itu "memaksa" Benyamin beradu akting dengan Tan Tjeng Bok, si aktor tiga zaman. Begitulah, meski beberapa kali pernah tidak "menjabat" sebagai aktor utama, tetapi kehadirannya mencuri perhatian penonton saat itu.

Penyanyi Beneran

Tahun 1992, saat sibuk main sinetron dan film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) Benyamin mengutarakan keinginannya pada Harry Sabar, "Gue mau dong rekaman kayak penyanyi beneran."

Maka, bersama Harry Sabar (alm), Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Aditya, jadilah band Gambang Kromong Al-Haj dengan album Biang Kerok. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut. Inilah band dan album terakhir Benyamin.
"Di lagu itu, entah kenapa, Ben menyanyi seperti berdoa, khusuk. Coba saja
dengar Ampunan," jelas Harry waktu itu, sang music director. "Mungkin sudah tahu kalau hidupnya tinggal sebentar," imbuhnya. Memang betul, setelah album itu keluar, Benyamin sakit keras, dan rencana promosi ditunda dan tak pernah lagi terwujud kecuali beberapa pentas.

Di album ini, Benyamin menyanyi dengan "serius". Tetapi, lagi-lagi, seserius apa pun, tetap saja orang-orang yang terlibat tertawa terpingkal-pingkal saat Benyamin rekaman lagu I"m a Teacher dan Kisah Kucing Tua dengan penuh improvisasi. Sementara lagu Dingin Dingin Dimandiin dan Biang Kerok bernuansa cadas. Dan Ampunanmu kental dengan progressive rock, diantaranya nuansa Watcher of the Sky dari Genesis era Peter Gabriel.

Yang menarik, masih menurut Harry, saat Benyamin menonton Earth, Wind, and Fire di Amerika - saat menjenguk anaknya yang kuliah di sana - dia langsung komentar, "Nyanyi yang kayak gitu, asyik kali ye?", dan nuansa itu pun hadir di beberapa lagu di album itu, salah satunya dengan sedikit sentuhan Lady Madonna dari The Beatles.

Benyamin yang sudah tiga kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia seusai main sepakbola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Ia bukan lagi sekadar sebagai tokoh masyarakat Betawi, melainkan legenda seniman terbesar yang pernah ada. Karena itu banyak orang merasa kehilangan saat dirinya dipanggil Yang Maha Kuasa.

Dari pelawak yang pernah tampil dalam variety show Benjamin Show sambil tour dari kota ke kota sampai Malaysia dan Singapura ini muncul banyak idiom atau celetukan yang sampai kini masih melekat di telinga masyarakat, khususnya warga Jakarta. Sebut saja, aje gile, ma"di kepe, atau ma"di rodok, yang semuanya lahir dari lidah Benyamin.

Benyamin, Enggak "Ade Duenye"

Meraih Piala Citra sebagai Pemeran Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia 1973 lewat film Intan Berduri dan 1974 dengan Si Doel Anak Modern tidak menepis popularitas Benyamin Suaeb sebagai penyanyi. Lagu-lagunya yang menggunakan bahasa khas Betawi juga tidak menjadi penghalang bagi pendengar kaset atau penonton pertunjukannya untuk menikmati keserbabisaan Benyamin di atas panggung.

Selain digandrungi di negerinya sendiri, Benyamin juga sangat dikenal di Malaysia. Bahkan, dia sempat manggung di Moskwa, Rusia.

Jauh sebelum Iwan Fals melancarkan protes lewat Bento dan Bongkar tahun 1990, Benyamin sudah melakukan hal yang sama dengan lagu Digusur 20 tahun sebelumnya. Hanya saja, Benyamin menggunakan bahasa khas Betawi yang sarat humor sehingga Digusur justru menimbulkan senyum Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.

Sementara lagunya yang mengkritik pemerintah, berjudul Pungli, memperoleh penghargaan dari Kopkamtib. Lagu itu dianggap menunjang program Operasi Tertib yang sedang digalakkan pemerintah tahun 1977.

Orang pertama yang membuat Benyamin berani menjadi penyanyi adalah Bing Slamet. Setelah menyerahkan lagu ciptaannya, Nonton Bioskop, untuk direkam Bing Slamet, Benyamin justru disarankan membawakan sendiri lagu itu.

Lagu yang berirama pop itu sempat populer lewat suara Bing Slamet. Tak heran jika air mata Benyamin mengalir deras dan menangis sesenggukan ketika Bing Slamet tutup usia pada 17 Desember 1974. Anak Kemayoran yang lahir sebagai Benyamin Suaeb dan namanya diabadikan pada sebuah jalan di tempat kelahirannya itu mulai menjadi penyanyi pop sebelum dikenal sebagai penyanyi khas lagu Betawi dan bintang film. Ia mendirikan grup Melodi Ria tahun 1957 dan bermain bersama pemusik jazz Jack Lesmana dan Bill Saragih, serta si penyanyi Patah Hati, Rachmat Kartolo.

Melodi Ria beranggotakan Rachman A (gitar melodi), Heri Sukarjo (bas betot), Achmad (klarinet), Imam Kartolo (piano, saksofon), Suparlan (gitar), Saidi S (bongo), Eli Srikudus (penyanyi), Rachmat Kartolo (penyanyi), dan Benyamin (penyanyi). Bersama grup ini, Benyamin sempat merekam sejumlah lagu, antara lain Kisah Cinta, Panon Hideung, Nonton Bioskop, dan Si Neneng.

Naga Mustika

Kiprahnya dalam musik pop membawa Benyamin ke klub-klub malam. Saat itu dia menyanyikan lagu-lagu Barat seperti Unchained Melody, Blue Moon, dan El Mondo. Tetapi, apesnya, sebagaimana Koes Bersaudara yang dijebloskan ke penjara karena membawakan lagu-lagu The Beatles, Benyamin juga diganyang dan dilarang manggung di klub-klub malam.

Larangan membawakan lagu ngak-ngik-ngok atau lagu Barat itu dikeluarkan oleh Presiden Soekarno tahun 1965. Tetapi, Benyamin ternyata tidak patah arang. Dia memutar otak dan sebagai jalan keluarnya ia menyanyikan lagu-lagu khas Betawi dengan iringan musik gambang kromong.
"Kalau tidak ada larangan Bung Karno, saya barangkali tidak akan pernah menjadi penyanyi lagu-lagu Betawi," kata penyanyi kelahiran Jakarta, 5 Maret 1939, ini kepada Kompas tahun 1994, satu tahun sebelum menutup usianya setelah kena serangan jantung ketika sedang bermain olahraga kesenangannya, sepak bola. Dia dirawat selama sembilan hari di Rumah Sakit Harapan Kita sebelum meninggal 5 September 1995.

Untuk melaksanakan niatnya membawakan lagu-lagu dengan ciri khas Betawi, Benyamin bergabung dengan grup gambang kromong Naga Mustika pimpinan Suryahanda. Keberhasilan Benyamin tidak terlepas dari musik yang ditata "jago-jago" gambang kromong waktu itu, seperti Budiman BJ, Darmanto, dan Asep S.

Sebagai anggota grup Naga Mustika, Asep S juga menciptakan sejumlah lagu untuk dinyanyikan duet Benyamin dan Ida Royani, seperti Tukang Loak, Bertengkar, Si Bontot, Luntang- Lantung, Muara Angke, Si Jabrik, Nasib, Pelayan Toko, Si Denok, Petik Kembang, Layar Tancep, Pacar Biduan, Pulang Kerje, Tuak Manis, Tukang Grobak, Gara-Gara Anak, dan Pacar Biduan.

Duet Benyamin dan Ida Royani dengan lagu-lagu gambang kromongnya bisa dikatakan paling populer pada awal tahun 1970-an. Diperkirakan, mereka menyanyikan sekitar 150 lagu yang diciptakan Benyamin maupun pencipta lagu lainnya seperti Joko S atau abang Benyamin sendiri, Saidi Suaeb.

"Saya bertemu pertama kali dengan Benyamin di Studio Dimita. Pemilik studio itu, Oom Dick Tamimi, menawarkan saya membawakan lagu ciptaan seorang yang belum saya kenal. Ketika diperkenalkan, saya bertemu seorang pemuda yang dekil dan bersandal jepit. Dia senyum-senyum kepada saya. Lagunya yang berirama pop, saya tolak. Soalnya waktu itu saya dikenal sebagai penyanyi yang fensi (trendi) dengan celana hot pants dan sepatu lars," kenang Ida Royani yang sekarang berusia 50 tahun ketika dihubungi awal Februari 2004.

Akan tetapi, entah mengapa, ketika Dick Tamimi kemudian menawarkan berduet dengan pemuda dekil itu pada tahun 1970, Ida bersedia. Padahal, penggemarnya banyak yang protes dan merasa Ida yang populer dengan lagu-lagu popnya dianggap tidak cocok berduet dengan Benyamin. Namun, Ida jalan terus dan sampai tahun 1990, atau 20 tahun kemudian, masih berduet dengan Benyamin dalam rekaman maupun tampil di atas panggung.

Lagu-lagu Benyamin dan Ida Royani adalah gambaran nyata kehidupan masyarakat Betawi. Begitu melihat judulnya saja, langsung bisa dirasakan kebetawiannya. Ada Ngidam Lagi, Ngupi, Nonton Cokek, Ondel-Ondel, Onta Punya Cerita, Pendaringan, Penganten Sunat, Kompor Meleduk, Roti Gambang, Layar Tancep, atau Pulang Kerje.
"Meskipun beberapa di antara lagu-lagunya berbau Sunda, Benyamin membuatnya menjadi milik Betawi. Misalnya, Ayun Ambing, lagu yang meninabobokan anak," ujar seniman Betawi, SM Ardan, sambil menambahkan bahwa lagu-lagu Benyamin juga berlirik kocak dengan gaya Betawi.

Coba lihat lirik Nonton Bioskop: Jalan kaki di gang gelap/Pulang-pulang nginjek gituan (kotoran manusia). Dan juga sangat nakal sehingga sering bagaikan "pisau bermata dua" atau berkonotasi porno: Gimane lobangnya aje/Kecil atawe gede (lagu Tukang Solder).

Atau dalam lagu Perkutut. Liriknya begini: Burung gue pegangin (Benyamin)/Ogah ah/Mendingan dilepasin (Ida Royani)/Ntar die menclok di wuwungan laen (Benyamin)/Pengen tahu die menclok sembarangan/Gue jepret (Ida Royani).

Sampai tahun 1974 Benyamin menghasilkan sekitar 20 album yang berisikan lagu-lagu yang dia nyanyikan sendiri maupun berduet dengan penyanyi lain. Nyebur-nya penyanyi yang memperoleh penghargaan dari Yayasan Husni Thamrin pada tahun 1974 untuk pengabdiannya dalam bidang musik ini bersama musik gambang kromong ke industri musik Indonesia sedikit banyak juga terpengaruh apa yang dilakukan Vivi Sumanti dan Lilies Suryani, yang sudah terlebih dahulu menyanyi dengan iringan musik yang biasanya mengiringi pertunjukan lenong ini.

"Kelebihan Benyamin adalah lagak dan gayanya, selain lirik lagu. Kami sempat
manggung ke seluruh Indonesia. Di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau Irian, kebanyakan penonton tidak mengerti bahasa Betawi. Tetapi, mereka tertawa terpingkal-pingkal melihat Benyamin di atas panggung," kenang Ida Royani yang menikah dengan pemusik Keenan Nasution tahun 1979.

Mewakili zamannya

Menelaah lagu-lagu Benyamin, kita juga bisa langsung membaca keadaan pada waktu lagu-lagu itu dibawakan. Hostess (istilah untuk wanita-wanita muda yang bekerja di kelab malam) menggambarkan pengalaman Benyamin ketika malang melintang di kehidupan malam Jakarta. Demikian juga steambath yang merekam praktik prostitusi terselubung yang marak di kota-kota besar pada tahun 1970-an.

Bayi Tabung adalah rekaman peristiwa yang menjadi topik sejarah saat lagu itu diluncurkan. Sementara kata taisen, yang kemudian di kalangan muda-mudi artinya menjadi pacar, berasal dari judi hwahwe yang marak di Jakarta akhir 1960-an dan awal 1970-an.

Judi itu menjanjikan 36 angka keberuntungan dengan simbol binatang pada setiap angkanya. Angka 1 (ikan bandeng), misalnya, taisen-nya angka 5 (singa), angka 30 (monyet) taisen-nya angka 23 (ikan mas koki), dan seterusnya. "Kalau adek jadi ikan mas koki, abang yang jadi taisennya... monyet dong," kata Benyamin dalam salah satu lirik lagunya. Walaupun judul lagu Benyamin sering terkesan "sembarangan", seperti Brang Breng Brong (yang diciptakannya bersama Bing Slamet), Cong Cong Balicong, Kompal Kampil, Petangtang Petingting, atau Abakikik Abakikuk, masyarakat yang menerima kebiasaannya itu justru bertambah luas. Kebiasaan ini terus terlihat dalam lagu yang lain, Bom Pim Pah (duetnya bersama Rita Sahara), atau duetnya bersama Euis Darliah, Ngaca, atau yang dinyanyikannya sendiri, Ngaco atau Mumpung.

Bukan hanya judul dihasilkannya seketika, lirik lagunya juga muncul spontan. Judul dan lirik lagu Begini Begitu idenya muncul begitu saja di studio rekaman. "Kalau saya kehabisan ide, biasanya saya berteriak atau ngedumel. Eh, enggak tahunya, teriak atau dumelan saya itu menjadi kata yang pas untuk lagu saya," kata Benyamin pada suatu ketika.
"Itu yang namanya senggakan. Biasanya yang demikian itu memang muncul secara spontan, sebagaimana dialog-dialog pemain lenong, muncul begitu saja di atas panggung," komentar SM Ardan, yang sekarang sedang menyusun biografi aktor Sukarno M Noor.

Di samping pop dan gambang kromong, Benyamin juga merambah jenis musik yang sedang mewabah pada tahun 1970-an, seperti blues, rock, hustle, dan disko. Walau demikian, Benyamin tidak lupa pada keroncong dan seriosa, sebagaimana Blues Kejepit Pintu, Seriosa, Kroncong Kompeni, Stambul Nona Manis, atau Stambul Kelapa Puan.

Keserbabisaan Benyamin yang lain ditunjukannya dalam lagu Disangka Nyolong atau Dingin Dingin Dimandiin, yang dibawakannya dengan dengan gaya menangis, tetapi tetap saja menimbulkan tawa pendengarnya.

Benyamin juga tidak lupa menyanyi tanpa canda seperti Abang Husni Thamrin atau Mengapa Harus Jumpa. Keseriusannya menyanyi diperlihatkan ketika dia membentuk grup Al Hadj pada tahun 1992, yang terdiri atas pemusik rock: Harry Sabar, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Aditya.

Benyamin menyanyikan lagu-lagu berirama rock, blues, dan metal: Biang Kerok, Maaf Kutak Datang, Ampunan, Mojok, I"m A Teacher, Kisah Kucing Tua, Balada Dalam Penjara, Dingin Dingin Dimandiin, Seliweran, dan Tragedi Cinta. "Waktu itu dia mengatakan ingin menyanyi lagu rock sebagaimana Achmad Albar dari God Bless. Maka kami membuat lagu dan musik yang sesuai dengan karakternya. Dia bernyanyi sangat luar biasa. Album bersama Al Hadj barangkali merupakan rekamannya yang terakhir," ujar Harry Sabar yang menciptakan Biang Kerok.

Selain merekam sekitar 300 lagu (berduet dan menyanyi sendiri dalam periode 1964-1992), Benyamin juga menghasilkan sekitar 53 film dari tahun 1970 hingga 1992. Ini belum termasuk sinetron Si Doel Anak Sekolahan (1994), dengan celetukan khas dia, "tukang insinyur", yang muncul di sini. Lalu Mat Beken dan Bergaya FM (1995). Untuk mengenang Benyamin S, Titiek Puspa menciptakan lagu dengan judul Ben yang dibawakannya sendiri ketika diadakan acara "Mengenang H Benyamin S" di Istora Senayan, Jakarta, 22 Oktober 1995.

Liriknya antara lain sebagai berikut:
".. Dia Jakarta asli Tetapi dicinta se-Nusantara Dia yang rendah hati Hidup rukun tanpa perkara Jiwa raga seni semata Taatnya pada agama Terpanggil-Mu saat jayanya Oh Ben kau telah pergi Pergi takkan kembali Bangga kagum dan cinta Engkau satu tiada duanya. Benyamin memang enggak ade duenye ..." 

 (SUMBER)